Pengalaman Belajar di Pesantren yang Menyenangkan dan Selalu di Kenang


Pengalaman Belajar di Pondok Pesantren Raudlatut Thalabah

Ini adalah "Angkring". Sebuah gubuk yang di bangun kisaran tahun 2003

Judul asli artikel ini adalah KILAS BALIK DI RTS (SE HARI). Artikel ini saya tulis kisaran tahun 2012. Bagi jenengan yang mondok di pondok pesantren Raudlatut Thalabah Setail, Genteng Banyuwangi antara tahun 2008 sampai 2012 mungkin anda sering melihat dan membaca artikel yang dipasang dan dipajang di mading (majalah dinding) pondok pesantren. Baik di mading Putra ataupun Mading Putri.

Sayang sekali, ada begitu banyak artikel Saya yang tidak saya upload ke blog. Sehingga artikel itu nasibnya raib bersama komputernya. Ini pengalaman berharga bagi saya pribadi, di mana tulisan-tulisan saya selanjutrnya akan banyak saya dokumentasikan dalam blog. Sehingga akan selalu ada dan bisa dibaca oleh siapapun. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat untuk banyak orang.

Yuk, simak artikel saya berikut ini.

P
esantren, ibarat produk pendidikan terus mengalami perubahan dan perbaikan. Unik dan menarik itu ciri pesantren. Uniknya, jaman dulu pesantren adalah lembaga multi guna dan manfaat. Bahkan jaman jaya jayanya raja Islam, pesantren adalah lembaga favorit nan di minati dan di kerubuti. Tak terbantahkan lagi, dulu para putra raja, pangeran, belajar dan bermainnya di pesantren.

Sebabnya lagi memang belum ada sekolah umum. Ngajinya tanpa kelas, cuma sistem halaqah dan sorogan. Belum di kenal absensi apalagi raport tapi gak bakalan di temukan santri yang absen apalagi tinggal kelas.

Gendok (masak) hukumnya wajib bagi santri. Apa pasal?
Enggak ada kantin, apalagi kost. Jadi, saben pagi sore yang di pegang ya kendil. Di dapur, santri membangun kebersamaan dan kesetaraan. Gimana pulangnya? Santri pulang ke rumah sungkem orangtua lima tahun sekali, paling banter tiap lebaran.

Apa sebab? Belum ada bus. memang mau pulang ndarat, jalan kaki? Kalau jaman sekarang mirip mirip sama kang santri yang rumahnya luar pulau, gitu.

Ngajinya berapa lama? Ngajinya ada yang 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun tergantung sabda sang kyai. Lantaran belum di suruh pulang, berarti belum layak boyong.

Pinternya? Santri dulu enggak selalu pinter pinter amat. Yang  di cari bukan sekedar ilmu  tapi berkah dan ridho guru. Ada cerita menarik di RTS ini, tahun tujuh puluan, ada santri yang sama mbah Yai Badri di suruh nanam pohon pisang, kalau sekarang lokasinya di Firdaus lah.

Kang ini termasuk salah satu santri yg taatnya lurbiasa sama guru. Abis nanam pohon, kang santri enggak berani pulang ke asrama. Kebetulan ada santri lewat trus  di tanya “Kenapa kamu disitu terus, nunggui cangkul ya? Jawab santri ”ya. Aku kan di suruh nanam pohon pisang, kan belum disuruh pulang”. Ah, ada ada saja santri ini.

Tapi betulan, kini, beliau jadi kyai di Jember. Beberapa kali malah, saya  sowan ke beliau. Beliau adalah almarhum kyai Aminan. Allahu yarham

Inpirasi, jadi kyai karna pohon pisang.


Keunikan santri pesantren

Pembangunan Asrama Al Firdaus lantai 2 bersama almarhum mbah Jani, Allahu Yarham


Ada fenomena lain yang unik menarik. Gak bakalan Anda temukan  di lembaga pendidikan selain pesantren. Apa gerangan?

Gurunya, ngajar tanpa gaji. Wuih, yang bener!. Kan ada syahriah tiap bulan, besarnya 20rb. Eh, jangan salah. Syahriah anda itu untuk nutupi listrik aja kadang jeblok. Belum  lagi memenuhi adminitrasi pesantren. Kulakan kapur, kertas serta ganti lampu yang tewas, DLL.  Di tambah  fenomena lawas, banyak santri yang ngutang lagi, bayarnya ahir tahun.

Santrinya, unik banget! Tanpa anda sadari, anda belajar berbagai macam kecerdasan sekaligus. Ini rahasia lho, saya tidak akan pernah membeber rahasia ini di luar pesantren, beneran. Saya tidak pakai istilah yg rumit rumit, pasti anda kapok baca tulisan saya.




Pertama, kecerdasan otak. Beneran, tiap hari anda di jejali sama uilmu maksud saya ILMU. Bayangkan, abis subuh sudah sorogan kitab. Otak anda menyerap dan menyergap talaqqi dari guru sorogan. Siang dikit, tangan anda menari nari di atas kitab, ngikuti balahan wajib dan sunnah. Lebih siang maneh, kang kang muter otak gimana caranya jemput rejeki. Habis, gak ada subsidi dari rumah, sih! Minimal mikir, gimana gak kelaparan hari ini.

Ada yang jualan Koran. Ada yang jualan gethuk, jualan kerupuk, jualan tempe, dll. Komentar saya, “kreatif banget” kecil kecil udah mandiri.

Kelupaan, mbak mbak juga kreatif lho. apa pasal?abis sorogan, ada yang nyuci baju. Pasti nyucinya lebih bersih dan lebih sering. Iya, wong mbak mbak sehari bisa ganti rasuan tiga kali. he he.

Abis nyuci, masak dong. Khan, laper.

Bahkan, ada yg nyuci nyambi masak, nyambi ngrumpi lagi. Belum lagi yang piket di ndalem, dobel deh.

Kalau kang santri berangkat kerja, mbak mbak malah berangkat sekolah. Kalau kang tadi kreatif. Mbak mbak malah super kreatif

Pagi menjelang siang, ada waktu untuk Qoilulah. Qoilulah bukan nama cewek tapi istilah untuk sekedar rehat sebentar, tidur siang. Supaya malam bisa bangun, tahajudan.

Jam 2 WIS (Waktu Indonesia Setail), kentheng berbunyi. Seluruh santri siap sedia ngelakoni sekolah walau dalam keadaan liyep liyep.

Hafalan nadham, plus bejubel pemahaman udah bersarang di batok kepala. Santri yang otaknya encer berani menjajal hafalan sambil jalan walau sebelumnya NOL persen hafalan.

Santri yang setengah encer nyicil dari pagi, itupun dapatnya grambyangan. Santri yang nggak encer blas, nelateni nyicil dari malam hari hingga berlarut larut. Itupun pagi hari hafalanya setengah buyar bahkan bubar.

Tapi uniknya, pahala pualing gede malah di terima santri yang enggak encer blas! Lho, kok bisa gitu? Iya, lha dia yang paling lama ngelalarnya. Santri yang otake encer, sambil jalan sambil lalu bisa dapat lima nadham.

Lha, santri yang enggak encer? Boro-boro dapat lima nadhom, satu aja sudah keselip. Santri yang pinter dapat ilmu plus sedikit pahala. Santri yang kurang pinter, meraih banyak pahala tapi sedikit ilmu.
Jadi, adil donk. Pointnya, SATU = SATU.

Alih-alih menurut kitab Ta’limul Muta'allim,  man jadda wajada. Sesiapa yang sungguh-sungguh usaha, dia yang akan dapat anugerah.

Lanjut,
2 jam penuh di kelas, dapat ilmu gres dari guru. Guru nggak mau serampangan ngasih ilmu. Buktinya, sekarang di kasih ilmu, minggu depan di uji lewat ngadek hafalan satu satu.

Sampai sampai ada yang di daulat nakror ndadak, gimana ga ndredek, hayo!  Hasilnya, tiap hari tambah ilmu tambah pengalaman. Ini di lakoni santri semenjak kelas sifir sampai aliyah. Gimana ngak pinter. Muantaap!

Sekolah belum kelar, kadang kentheng asar malah udah menjerit. Tanpa ba bi bu, pak ustad langsung nutup pakai rapalan fatihah. Adzan berkumandang nyaring. Jamaah Asar di gelar, di imami langsung oleh abah Rukhin.

Asrama Al Firdaus tahun 2010


Asal anda tahu, jamaah sholat merupakan salah satu upaya membangun keakraban santri dengan yang Maha Kuasa. Membangun hubungan cantik di lakoni saban waktu, 5 kali sehari semalam. Bisa bisa yang Maha Memberi mengirimkan emas berlian sebesar gunung Uhud ke Setail ini. Ah, ada-ada saja.
Itu tadi baru PERTAMA. Kalau dalam perumpamaan ilmu neurology sama saja dengan ngasah IQ. Ah, ga usah di pikir, entar paham sendiri kok. He he

Lha yang ke Dua. Gak terasa ya, tiap hari anda bergumul dan bergaul dengan teman. Bercengkerama dan bergurau dengan teman dari berbagai latar belakang etnis, daerah dan budaya. Banyak  yang berbahasa jawa, sebagian  osing dan mayoritas ngapak walau tidak begitu tampak.

Tak kebayang ya, dalam gurauan dan guyonan anda itu ada kiasan. Kiasan dan guyonan itu sama saja dengan menanamkan dan menajamkan otak kanan.

Ah, apalagi ini istilah otak kanan. Gak usah di pikirin. kapan kapan saja saya sebar lewat tulisan juga kok. Tenang,  gratis !

Abis jamaah Asar, para santri punya aktifitas dan kreatifitas yang beda-beda. Ya iyalah. Beda usia juga beda keinginan dan harapan.

Santri pemula di galakkan gendok di dapur, biar cepat krasan. Apa pasal? Lewat gendok, jadi akrab sesama santri pemula.

Lagian, dengan masak bersama, di sana membangun kebersamaan, keakraban dan kesetaraan. Santri senior, katakan kelas aliyah ke atas. Mereka keterkam, keterjang program RTS mengajar.

Kalau Anis Baswedan, rektor universitas Paramadina menggalakkan program Indonesia mengajar tahun 2008. RTS malah sejak tahun 2000 sudah melakoni program ini.

Sebagai bagian dari masyarakat, RTS juga pengen berbagi dan mengabdi kepada masyarakat.

 Caranya? Ya dengan menganjurkan dan mengajarkan santri senior ke TPQ sekitar.  Kloplah di sini, antara ta’lim dan tallum. Antara belajar dan mengajar. Saya yakin, anda pasti setuju.

Lha, ini baru aktifitas setengah sehari yang bejubel dengan pengalaman, pemaknaan dan pemahaman. Semenjak ngelilir, semua isiya faidah dan manfaat.

Belum lagi kegiatan malam hari yang lebih seru  menderu. Ah, kapan kapan kalau tidak ada alang melintang, saya akan kupas habis sedikit demi sedikit. Toh, lama lama juga jadi bukit.

Sebagai pamungkas tulisan singkat ini, ijinkan saya mengutip wejangan guru saya di Alfiyah dulu,  bapak Khayun Amar Zain “Bukan berapa lama engkau tinggal di pesantren tetapi untuk apa engkau di pesantren”. Sekarang beliau di percaya mengisi tausiyah pagi di masjid TVRI. Bukan suatu yang mustahil, suatu saat nanti wajah beliau menghiasi TVRI . gimana dengan Anda!  

Alfirdaus, 25 Januari 2012
abidaril hasan


Artikel ini juga di muat    
Mading PP RTS

Belum ada Komentar untuk " Pengalaman Belajar di Pesantren yang Menyenangkan dan Selalu di Kenang"

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar anda di sini......

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel